Kamis, 12 Desember 2013

evaluasi kesesuaian lahan

EVALUASI KESESUAIAN
LAHAN UNTUK TANAMAN
SENGON
PADA BEBERAPA SATUAN KELAS LERENG
(Studi Kasus di Kecamatan Cipatat,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat)

PENDAHULUAN
Pembangunan kehutanan merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia, karena dari sektor kehutanan memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan nasional. Fungsi dan manfaat yang bisa diperoleh dari sumber daya alam hutan telah menempatkan hutan dalam peranan yang cukup besar dalam perolehan devisa negara, perluasan kesempatan kerja, kesempatan berusaha pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat serta kelestarian lingkungan . Salah satunya yaitu perkembangan industri kehutanan baik dalam skala besar maupun dalam skala industri kecil menengah. Adanya perkembangan ini juga diiringi dengan peningkatan kebutuhan akan pasokan kayu yang meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah permintaan dari konsumen. Pasokan kayu yang selama ini diperoleh dari hutan alam menjadi semakin tidak mencukupi dan membutuhkan alternatif lain untuk pemenuhan tersebut. Salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan akan pasokan kayu tersebut yaitu dengan adanya hutan yang dikelola oleh masyarakat, seperti di daerah Jawa Barat yang ketersediaan hutan alamnya sudah semakin terbatas.
Menurut Awang (2001) keberadaan hutan rakyat telah memberikan sumbangan yang tidak sedikit. Setidaknya menurut Yuniandra (1998 dalam Awang, 2001) sekitar 70% konsumsi kayu di Pulau Jawa dipenuhi dari hutan rakyat. Sementara itu menurut Simon (1994 dalamAwang, 2001) disebutkan bahwa sumbangan hutan rakyat terhadap pembangunan masyarakat antara lain peningkatan produksi kayu dan hasil ikutan lainnya. Dari segi ekologi juga meningkatkan proteksi permukaan tanah dari bahaya erosi, menyediakan habitat yang baik bagi satwa, mengurangi kadar CO2 dan polutan lainnya di udara. Pemilihan jenis tanaman untuk ditanam pada hutan rakyat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kesesuaian lahan, riap pertumbuhan, ketersediaan tenaga kerja, harga jual dan kemudahan pemeliharaan. Salah satu jenis kayu yang ditanam di hutan rakyat yaitu jenis tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria).
 Kayu sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan kayu yang bernilai ekonomis tinggi, karena merupakan bahan yang baik untuk peti kemas, papan dinding, perabot rumah tangga, plywood, kertas, pulp serta kerajinan tangan dan memiliki riap pertumbuhan yang cukup tinggi. Namun pengembangan penanaman Sengon dalam skala luas masih membutuhkan adanya informasi mengenai potensi lahan, kesesuaian penggunaan lahan serta tindakan pengelolaan yang diperlukan agar hasil serta produktifitas yang diharapkan dapat ditingkatkan. Untuk itu diperlukan adanya evaluasi sumberdaya lahan untuk mengetahuai kemungkinan dapat dikembangkan jenis pohon Sengon tersebut, khususnya di Kabupaten Bandung. Pada prinsipnya evaluasi sumberdaya lahan dilakukan dengan cara membandingkan antara persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan karakterisitik sumberdaya yang ada pada lahan tersebut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan aktual dan potesial jenis tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) pada beberapa Satuan Kelas Lereng di Kecamatan Cipatat,Kabupaten Bandung.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini berupa tabel dan peta kesesuaian lahan untuk tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) pada beberapa Satuan Kelas Lereng di Kecamatan Cipatat, KabupatenBandung. Tabel kesesuaian lahan tersebut dapat dijadikan pedoman untuk pengembangan dan penelitian jenis tanaman Sengon di masa yang akan datang, khususnya pada daerah yang dijadikan sebagai daerah penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Sengon ( Paraserianthes falcataria ) Sengon Paraserianthes falcataria (L)Nielsen.syn.
Albizia falcataria(L) Fosberg dan Albizia falcataBaclur termasuk ke dalam famili Mimosaceae (pete-petean). Sengon mempunyai nama daerah bermacam-macam, antara lain Albizia, Jeungjing (Jawa Barat). Di luar Jawa sengon dikenal dengan nama tedehu pute (Sulawesi), di Maluku dikenal dengan nama rawe, selawoku merah, seka, sika, sika bot, sikahm, atau tawasela. Di Irian Jaya terkenaldengan nama bae, bai, wahagon, wai atau wiie (Martawijaya et al.,1989).
Berdasarkan habitusnya, Sengon (Paraserianthes falcataria) mempunyai tinggi pohon sampai 40 meter dengan panjang batang bebas cabang 10-30 meter. Diameter rata-rata batang pohon sampai 80cm dengan kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas dantidakberbanir (Martawijaya et al., 1989).
Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dengan daya tahan terhadap rayap. Kayu kering termasuk kelas III. Selainitu, tingkat ketahanan kayu Sengon terhadap jamur pelapuk kayu termasuk ke dalam kelas II-IV. Selanjutnya Martawijaya et al.(1989) menyatakan bahwa kayu Sengon banyak digunakan oleh penduduk Jawa Barat untuk bahan perumahan (papan, balok, tiang, kaso dan sebagainya). Selain itu dapat juga dipakai untuk pembuatan peti, venir, pulp, papan semen, wol kayu, papan serat, papanpartikel, korek api (tangkai dan kotak), kelom dan kayu bakar. sengon dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur dan agak sarang, tanah kering , becek atau agak asin. Tanaman muda tahan terhadap kekurangan zat asam sampai 31,5 hari. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering, pada dataran rendah hingga ke pegunungan sampai ketinggian 1.500 m dpl (Martawijaya et al., 1989).
Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomis pada tanaman Sengon adalah kayunya. Pada dasarnya Sengon dapat tumbuh pada sembarang tempat, baik di tanah tegalan atau pekarangan maupun tanah-tanah hutan yang baru dibuka bahkan di tanah tandus pun masih bisa tumbuh. Dari pengamatan lapangan, tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah Regosol, Aluvial, Latosol. Tanah-tanah tersebut bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dan kemasaman tanah sekitar pH 6-7 (Santoso, 1993).
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan
potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian (Djaenudin et al., 2000)

Pengertian Evaluasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung daripada tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan. Berbeda dengan evaluasi kesesuaian lahan, evaluasi kemampuan pada umumnya ditujukan untuk penggunaan yang lebih luas seperti penggunaan untuk pertanian,perkotaan, dan sebagainya. Penilaian kesesuian lahan pada dasarnya dapat berupa pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu (Sitorus, 1985). Evaluasi kesesuaian lahan mempunyai penekanan yang tajam, yaitu mencari lokasi yang mempunyai sifat-sifat positif dalam hubungannya dengan keberhasilan produksi atau penggunaannya, sementara evaluasi kemampuan sering dinyatakan dalam hubungan dengan pembatas-pembatas negatif, yang dapat menghalangi beberapa atau sebagian penggunaan lahan yang sedang dipertanyakan/dipertimbangkan (Sitorus, 1985).
Klasifikasi kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976dalam Djaenudin et al., 2000) dapat dipakai untuk klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif maupun kualitatif, tergantung dari data yang tersedia. Klasifikasi lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar atas penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kuantitatif (dengan angka-angka) dan biasanya dilakukan juga perhitungan-perhitungan ekonomi (biaya dan pendapatan), dengan memperhatikan aspek pengolahan dan produktifitas lahan (Hardjowigeno, 2003).
Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar atas penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kualitatif (tidak dengan angka-angka) dan tidak ada perhitungan-perhitungan ekonomi. Biasanya dengan cara memadankan (membandingkan) kriteria masing-masing kelas kesesuaian lahan dengan karakteristik (kualitas) lahan yang dimilikinya. Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor fisik (karakteristik/kualitas lahan) yang merupakan faktor penghambat terberat (Hardjowigeno, 2003).
Kaidah klasifikasi kesesuaian lahan adalah aturan yang harus diikuti dalam evaluasi lahan. Aturan tersebut disusun menjadi suatu sistem dalam evaluasi lahan. Sistem yang ditetapkan merupakan kesepakatan tentang kaidah yang akan dipakai dalam evaluasi lahan. Kaidah-kaidah tersebut dapat dirubah, tetapi harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat dan disepakati oleh para pakar evaluasi lahan yang berasal dari beberapa disiplin ilmu seperti perencanaan pertanian, ahli tanah, ahli agronomi, dan lain-lain (Hardjowigeno, 1994 dalamSuprihartono, .2003).
Selanjutnya (Hardjowigeno, 1994dalam Suprihartono, 2003) menyebutkan beberapa kaidah yang perlu ditetapkan dalam evaluasi lahan sebagai berikut:
-Jumlah kelas kesesuaian lahan
-Pengharkatan masing-masing kelas kesesuaian lahan
-Jumlah dan parameter yang dinilai
-Pengharkatan terhadap parameter yang dinilai. Kisaran produksi yang diharapkan darimasing-masing kelas kesesuaian lahan pada tingkat pengelolaan tertentu, serta produksi optimalnya.
-Sistem dan prosedur dalam evalusi lahan.
-Asumsi-asumsi (data, tingkat pengelolaan, dan lain-lain
Dalam evaluasi lahan perlu ditetapkan asumsi-asumsi yang menjelaskan tentang ruang lingkup, kondisi dan tingkat manajemen yang akan ditetapkan serta arah dari evaluasi ( Hardjowigeno, 1994 dalamSuprihartono, 2003).
Beberapa hal yang perlu diterapkan dalam evaluasi lahan semi detil antara lain:
-Prosedur evaluasi lahan: secara fisik kuantitatif atau yang lainnya
-Data: merupakan data tapak, atau rata
-rata dari Satuan Peta Tanah (SPT)
-Kependudukan, sosial budaya: tidak diperhitungkan
-Prasarana dan aksesibilitas: tidak diperhitungkan
-Pemilikan tanah: tidak diperhitungkan
-Tingkat pengolahan tanah: dibedakan atas rendah, sedang, dan tinggi
-Diterangkan kriteria masing-masing tingkat dan usaha perbaikan yang
dapat dilakukan untuk mencapai kesesuaian lahan potensial
-Aspek ekonomi: hanya dipertimbangkan secara garis besar, termasuk
dalam aspek ekonomi adalah aspek pemasaran, nilai input-output, serta keuntungan bersih.
Kegiatan utama dalam evaluasi lahan menurut FAO (1976,dalamn Djaenudin et al., 2000) dapat dilihat pada Gambar.
Kelas Kesesuaian Lahan
Kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi dua, sesuai waktu dan
penggunaannya, yaitu kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kelas kesesuaian lahan aktual (saat sekarang), menunjukan kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dalam keadaan sekarang, tanpa ada perbaikan yang berarti. Sedangkan kesesuaian lahan potensial menunjukkan kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam keadaan yang akan datang setelah diadakan perbaikan utama tertentu yang
diperlukan. Dalam hal ini perlu dirinci faktor-faktor ekonomis yang disertakan dalam menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan tersebut. Alur logika penilaian kesesuaian lahan (FAO, 1976dalamDjaenudin et al., 2000) dapat dilihat pada Gambar 2

Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976dalamDjaenudinet al., 2000). Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau attributeyang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976 dalamDjaenudin et al., 2000)
karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Contohnya lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, kedalaman efektif dan sebagainya. Setiap satuan peta lahan yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumberdaya lahan, karakteristik lahan dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanah. Data tersebut
digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu (Djaenudin
et al., 2000).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa tempat yang berada di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari 2006 sampai dengan April
2006.
Variabel yang Diamati dalam Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian penyusunan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria)
ini adalah sifat kimia dan fisik tanah daerah penelitian serta faktor lingkungan, yaitu pH tanah,kandungan C-Organik tanah, kandungan P2O5 tersedia, Ca, Mg, K, Na tukar, Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, Kejenuhan Basa (KB), tekstur tanah, data curah hujan dan temperatur udara daerah penelitian serta kelas kelerengan.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Peta topografi Kabupaten Bandung skala 1 : 25.000.
2. Peta penggunaan lahan (land use skala 1 : 50.000.
3. Data iklim selama 10 tahun (Data Curah Hujan dan Suhu Udara).
4. Tabel kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria).
7. Data kondisi fisik lingkungan.
8. Literatur-literatur pendukung.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1.Komputer untuk membantu penyusunan tabel Kelas Kesesuaian Lahan yang
dihasilkan dari hasil penelitian.
2.Blanko isian untuk mencatat ha
sil pengamatan data primer.
3.Spidol, alat tulis serta karton untuk membuat labeling.
4.Bor tanah (auger/core) tipe belgi untuk mengebor tanah dan mengambil
sample tanah
5.Pisau belati untuk membantu dalam pengambilan contoh.
6.Kamera dan video untuk dokumentasi.

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian, seperti penelaahan peta topografi, peta penggunaan lahan, data sekunder seperti data iklim, suhu udara dan hasil survei. Hasil penelaahan ini digunakan sebagai referensi dalam penentuan lokasi yang dijadikan areal pengamatan penelitian. Observasi lapangan secara langsung dilakukan untuk verifikasi lapangan
2. Tahap Penentuan Areal Pengamatan Penelitian
Penentuan lokasi pengamatan dilakukan atas dasar bentuk wilayah/kelas kelerengannya. Tahapan yang dilakukan dalam penentuan titik pengamatan tersebut adalah sebagai berikut:
a.Menentukan lokasi yang dijadikan sebagai daerah penelitian. Daerah yang dideliniasi merupakan areal yang ditanami dengan jenis tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria),informasi ini diambil dari peta penggunaan lahan Kabupaten Bandung.
b.Hasil dari deliniasi tersebut kemudian dioverlaykan dengan peta topografi untuk mengetahui kelas-kelas lerengnya.
c.Kelas lereng ditentukan dari garis kontur pada peta topografi dan pengukuran di lapangan menggunakan ””
d.Dari hasil overlay tersebut dapat diketahui jumlah kelompok kelas-lereng yang ada, dimana titik pengamatan pada peta penggunaan lahan tersebut ditentukan.
3. Tahap Pengambilan Contoh Tanah
Tahapan pemilihan lokasi pengambilan contoh tanah dilakukan mengacu pada Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah (2004)


KEADAAN UMUM WILAYAH
Lokasi Geografis
Daerah Penelitian terletak di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Cipatat terbagi menjadi 12 Desa yaitu Desa Ciptaharja, Cipatat, Rajamandala Kulon, Nyalindung, Kertamukti, Mandalawangi, Gunungmasigit, Citatah, Cirawamekar, Mandalasari, Sumurbandung dan Sarimukti. Secara geografis daerah penelitian terletak antara 06o46’25” –06o53’28” Lintang Selatan dan 107o19’00– 107o27’15” Bujur Timur. Sedangkan secaraadministratif termasuk wilayah Kabupaten Bandung. Luas daerah penelitian 125,4966 km2(BPS Kabupaten Bandung, 2001). Batas-batas administratifnya adalah di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cipeundeuy dan Cikalong Wetan, di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Padalarang, disebelaselatan berbatasan dengan Kecamatam Batujajar, dan di sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Cianjur.
Kecamatan Cipatat terletak pada wilayah lereng-lereng pegunungan yang membujur dari timur ke barat yaitu Gunung Ketu (561 meter), Gunung Masigit (754 meter), Gunung Halimun (972 meter) serta Gunung Sanghiangtikoro (397 meter).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas dan Karakteristik Lahan
Temperatur, Ketersediaan Air serta OksigenPada Tabel 6 memperlihatkan karateristik lahan di daerah penelitian bervariasi berdasarkan lokasi serta ketinggian tempat. Suhu udara di daerah
penelitian berkisar antara 200C - 23,60C, semakin tinggi ketinggian tempat maka suhu udara menunjukan penurunan. Curah hujan pada daerah penelitian menunjukan variasi yangberbeda-beda yaitu antara 1.747 hingga 2.758 mm/tahun. Drainase tanah pada daerah penelitian sebagian besar memiliki drainase yang baik. Hanya dua Satuan Kelas Lereng yang memiliki drainase
Media Perakaran
Media perakaran pada beberapa Satuan Kelas Lereng banyak dibatasi oleh karakteristik kedalaman tanah (Tabel 6). Kedalaman tanah bervariasi dari tanah dengan kedalaman yang dalamhingga tanah yang dangkal. Sedangkan tekstur tanah pada daerah penelitian secara keseluruhan relatif sama yaitu bertekstur
 Retensi Hara
Retensi hara pada beberapa Satuan Kelas Lereng juga dibatasi oleh pH tanah yang rendah (Tabel 6).pH tanah berkisar antara 4,5 hingga 7,63. pH tanah yang rendah ini terdapat pada delapan Satuan Kelas Lereng. Pada daerah penelitian, KTK tanah dan Kejenuhan Basa memiliki nilai yang sedanghingga sangat tinggi, sedangkan C-Organik memiliki nilai sangat rendah sampai sedang. Bahaya Eros Kelerengan lahan pada daerah penelitian bervariasi mulai dari kemiringan yang agak landai (0-8%) hingga kemiringan yang sangat curam (>45%) (Tabel 6). Kemiringan lahan ini sangat mempengaruhi adanya bahaya erosi pada daerah penelitian. Daerah-daerah yang memiliki kemiringan lahan yang curam, pada umumnya memiliki bahaya erosi yang cukup besar Penyiapan Lahan. Di daerah penelitian pada umumnya tidak terdapat singkapan batuan (Tabel 6). Akan tetapi pada beberapa Satuan Kelas Lereng terdapat adanya singkapan atuan yang muncul ke permukaan(Rock Out Crops) yang bervariasi mulai dari 5% hingga yang lebih dari 25% seperti yang terdapat pada Satuan Kelas Lereng 9.
Kesesuaian Lahan Aktual
Dari hasil analisis yang dilakukan untuk menilai kelas kesesuaian lahan aktual pada tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) (Tabel 7) secara garis
besar memperlihatkan, 6 Satuan Kelas Lerengkelas kesesuaian lahan aktualnya termasuk SesuaiMarginal (S3). Lahan memiliki faktor pembatas yang berat dan mempengaruhi produktivitasnya. Pada Satuan Kelas Lereng 1 kelas kesesuaian lahannya adalah S3-oa1, nr3, untuk Satuan Kelas Lereng2 adalah S3-nr3, untuk Satuan Kelas Lereng3 adalah S3-wa1, oa1, nr3, untuk Satuan Kelas Lerengadalah S3-wa1, nr3, untuk Satuan Kelas Lereng5 adalah S3-wa1, eh1, eh2 dan Satuan Kelas Lereng7 adalahS3-nr3, eh1,eh2.


DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2000. Konservasi Lahan. Lembar Informasi Pertanian02/2000.
Atmosuseno, B.S. 1999. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Sengon. Penebar Swadaya. Jakarta Awang, S.A. et al. 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Debut Press. Jogyakarta.
Balai Penelitian Tanah. 2001.petun juk Teknis Pengamatan Tanah. Pusat Penelitan dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Bogor ____________________. 2005. Petunjuk Teknis Analisis kimia tanah, tanaman, Air, dan Pupuk.. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor
Biro Pusat Statistik. 2001. Kabupaten Bandung Dalam Angka. Buckman, H.O., dan Brady, N. C. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Burhaman, Kayano, P., dan Cece, H. 1990. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Jakarta.
Braak.1928. di dalam Djaenudin, D., Marwan, H., Subagyo, H., Mulyani, A., dan
Suharta, N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Djaenudin, D., Marwan, H., Subagyo, H., Mulyani, A., dan Suharta, N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Bogor. AO. 1976. A Frame Work for Land Evaluation [Soil Buletin]. Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Rome.Italy. Di dalam: Djaenudin, D., Marwan, H., Subagyo, H., Mulyani, A., dan Suharta, N.
2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Bogor. ____. 1983. Guidlines Land Evaluation for Rainfed Agriculture. Di dalam:Djaenudin, D., Marwan,
H., Subagyo, H., Mulyani, A., dan Suharta, N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. 2004. Identifikasi Potensi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian (Agribisnis) Lahan Basah dan Lahan Kering. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta
Santoso, H.B. 1993. Budidaya Sengon. Kanisius. Yogyakarta.
Sitorus, S.R.P. 1985. Analisis Keragaman Tanah Pada Satuan Peta Lahan, Hasil
Klasifikasi Lahan Pendekatan Fisiografik Kongres Nasional IV Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.
Bogor Silitonga. 1973. Hidrogeologi Lembar Bandung. Di dalam Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran. 2004. Identifikasi Potensi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian (Agribisnis) Lahan Basah dan Lahan Kering. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Suprihartono, D. 2003.Evaluasi Kesesuaian Lahan Beberapa Pedon di Kabupaten
Probolinggo Untuk Tanaman Mangga (Mangifera indica)[skripsi]. Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Bogor
Simon, dan Hasanu. 1995. Hutan Jati dan Kemakmuran Di dalam: Awang, S.A et al
Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan Debut Press. Jogyakarta.
Young, A.1988. Agroforestry for Soil Conservation. International Council for
Reseach in Agroforestry. Nairobi.


Lampiran 1.
Uraian Satuan Kelas Lereng
No. Satuan Kelas Lereng : 1
Klasifikasi Tanah : ( USDA 1998 ) : Typic Endoaquepts dan Vertic Endoaquepts
Drainase/Permeabilitas : Terhambat
Fisiografi / Landform :Dataran alluvial
Bentuk Wilayah / Lereng : Datar
Makro : 0 – 3 %
Tinggi Tempat (elevasi ) : 0-400 m dpl
Bahan Induk Tanah : aluvium
Penggunaan Lahan : sawah irigasi teknis, kebun campuran, dan kebun karet
No. Satuan Kelas Lereng : 2
Klasifikasi Tanah : ( USDA 1998 ) :
Typic Paleudults dan Typic Rhodudults
Drainase/Permeabilitas : Drainase baik
Fisiografi / Landform :Dataran volkan tua
Bentuk Wilayah / Lereng : Bergelombang
Makro : 8 – 15 %
Tinggi Tempat (elevasi ) : 0-400 m dpl
Bahan Induk Tanah :
Batuan andesit
Penggunaan Lahan : perkebunan karet, tegal, kakao dan kebun campuran
No. Satuan Kelas Lereng : 3
Klasifikasi Tanah : ( USDA 1998 ) : Vertic Endoaquepts dan Aeric Endoaquepts
Drainase/Permeabilitas : Terhambat
Fisiografi / Landform :dataran tektonik
Bentuk Wilayah / Lereng : berombak
Makro : 3– 8 %
Tinggi Tempat (elevasi ) : 400-700 m dpl
Bahan Induk Tanah : koluvium.
Penggunaan Lahan : sawah irigasi teknis dan sederhana serta kebun campuran
No. Satuan Kelas Lereng : 4
Klasifikasi Tanah :
( USDA 1998 ) : Typic Argiudolls dan Typic Dystrudepts
Drainase/Permeabilitas : Drainase baik
Fisiografi / Landform :Dataran volkan tua
Bentuk Wilayah / Lereng : Bergelombang
Makro : 8 – 15 %
Tinggi Tempat (elevasi ) : 400-700 m dpl
Bahan Induk Tanah : tufacies dan andesit
Penggunaan Lahan : perkebunan karet dan kebun campuran, sawah dan tegalan
No. Satuan Kelas Lereng : 5
Klasifikasi Tanah :
( USDA 1998 ) : Typic Paleudults, Typic Dystrudepts dan Typic Hapludults
Drainase/Permeabilitas : Drainase baik
Fisiografi / Landform :perbukitan volkan tua
Bentuk Wilayah / Lereng : berbukit
Makro : 15 – 25 %
Tinggi Tempat (elevasi ) : 400-700 m dpl
Bahan Induk Tanah : tufacies dan andesit
Penggunaan Lahan : perkebunan karet, kebun campuran, kakao, tegalan dan teh.
No. Satuan Kelas Lereng : 6
Klasifikasi Tanah :
( USDA 1998 ) : Typic Hapludalfs dan Lithic Hapludolls
Drainase/Permeabilitas : Drainase baik
Fisiografi / Landform :perbukitan volkan tua
Bentuk Wilayah / Lereng : berbukit
Makro : > 45 %
Tinggi Tempat (elevasi ) : 400-700 m dpl
Bahan Induk Tanah :tufacies breksi dan batu liat.
Penggunaan Lahan : hutan jati, kebun campuran, pinus dan tegalan.
No. Satuan Kelas Lereng : 7
Klasifikasi Tanah :
( USDA 1998 ) : Typic Eutrudepts dan Lithic Hapludolls
Drainase/Permeabilitas : Drainase baik
Fisiografi / Landform :perbukitan tektonik
Bentuk Wilayah / Lereng : berbukit
Makro : 15-25 %
Tinggi Tempat (elevasi ) : 700-1000 m dpl
Bahan Induk Tanah :batu liat dan batu gamping
Penggunaan Lahan :tegalan dan kebun campuran
No. Satuan Kelas Lereng : 8
Klasifikasi Tanah :
( USDA 1998 ) : Lithic Hapludolls
Drainase/Permeabilitas : Drainase baik
Fisiografi / Landform :perbukitan tektonik kapur
Bentuk Wilayah / Lereng : berbukit
Makro : 15-25 %
Tinggi Tempat (elevasi ) : 700-1000 m dpl
Bahan Induk Tanah :batu kapur/ marmer
Penggunaan Lahan : kebun campuran dan tegalan
No. Satuan Kelas Lereng : 9
Klasifikasi Tanah :
( USDA 1998 ) : Rock Out Crops dan Lithic Hapludolls
Drainase/Permeabilitas : Drainase baik
Fisiografi / Landform :perbukitan tektonik kapur
Bentuk Wilayah / Lereng : berbukit
Makro : >45 %
Tinggi Tempat (elevasi ) : 700-1000 m dpl
Bahan Induk Tanah :batu kapur/ marmer
Penggunaan Lahan :kebun campuran, semak belukar dan tegala














Tidak ada komentar:

Posting Komentar