EVALUASI
KESESUAIAN
LAHAN
UNTUK TANAMAN
SENGON
PADA
BEBERAPA SATUAN KELAS LERENG
(Studi
Kasus di Kecamatan Cipatat,
Kabupaten
Bandung, Jawa Barat)
PENDAHULUAN
Pembangunan kehutanan
merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia, karena dari sektor kehutanan memberikan
kontribusi yang besar bagi pembangunan nasional. Fungsi dan manfaat yang bisa
diperoleh dari sumber daya alam hutan telah menempatkan hutan dalam peranan
yang cukup besar dalam perolehan devisa negara, perluasan kesempatan kerja,
kesempatan berusaha pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat serta
kelestarian lingkungan . Salah satunya yaitu perkembangan industri kehutanan
baik dalam skala besar maupun dalam skala industri kecil menengah. Adanya perkembangan
ini juga diiringi dengan peningkatan kebutuhan akan pasokan kayu yang meningkat
sejalan dengan peningkatan jumlah permintaan dari konsumen. Pasokan kayu yang
selama ini diperoleh dari hutan alam menjadi semakin tidak mencukupi dan
membutuhkan alternatif lain untuk pemenuhan tersebut. Salah satu alternatif
pemenuhan kebutuhan akan pasokan kayu tersebut yaitu dengan adanya hutan yang
dikelola oleh masyarakat, seperti di daerah Jawa Barat yang ketersediaan hutan
alamnya sudah semakin terbatas.
Menurut Awang (2001) keberadaan
hutan rakyat telah memberikan sumbangan yang tidak sedikit. Setidaknya menurut
Yuniandra (1998 dalam Awang, 2001) sekitar 70% konsumsi kayu di Pulau Jawa
dipenuhi dari hutan rakyat. Sementara itu menurut Simon (1994 dalamAwang, 2001)
disebutkan bahwa sumbangan hutan rakyat terhadap pembangunan masyarakat antara
lain peningkatan produksi kayu dan hasil ikutan lainnya. Dari segi ekologi juga
meningkatkan proteksi permukaan tanah dari bahaya erosi, menyediakan habitat
yang baik bagi satwa, mengurangi kadar CO2 dan polutan lainnya di udara.
Pemilihan jenis tanaman untuk ditanam pada hutan rakyat sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya kesesuaian lahan, riap pertumbuhan, ketersediaan
tenaga kerja, harga jual dan kemudahan pemeliharaan. Salah satu jenis kayu yang
ditanam di hutan rakyat yaitu jenis tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria).
Kayu sengon (Paraserianthes falcataria)
merupakan kayu yang bernilai ekonomis tinggi, karena merupakan bahan yang baik
untuk peti kemas, papan dinding, perabot rumah tangga, plywood, kertas, pulp
serta kerajinan tangan dan memiliki riap pertumbuhan yang cukup tinggi. Namun
pengembangan penanaman Sengon dalam skala luas masih membutuhkan adanya
informasi mengenai potensi lahan, kesesuaian penggunaan lahan serta tindakan
pengelolaan yang diperlukan agar hasil serta produktifitas yang diharapkan
dapat ditingkatkan. Untuk itu diperlukan adanya evaluasi sumberdaya lahan untuk
mengetahuai kemungkinan dapat dikembangkan jenis pohon Sengon tersebut, khususnya
di Kabupaten Bandung. Pada prinsipnya evaluasi sumberdaya lahan dilakukan
dengan cara membandingkan antara persyaratan yang diperlukan untuk suatu
penggunaan lahan tertentu dengan karakterisitik sumberdaya yang ada pada lahan
tersebut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian
lahan aktual dan potesial jenis tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) pada
beberapa Satuan Kelas Lereng di Kecamatan Cipatat,Kabupaten Bandung.
Manfaat
Penelitian
Hasil dari penelitian ini berupa tabel dan peta kesesuaian
lahan untuk tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) pada beberapa Satuan
Kelas Lereng di Kecamatan Cipatat, KabupatenBandung. Tabel kesesuaian lahan
tersebut dapat dijadikan pedoman untuk pengembangan dan penelitian jenis tanaman
Sengon di masa yang akan datang, khususnya pada daerah yang dijadikan sebagai
daerah penelitian
TINJAUAN
PUSTAKA
Tanaman Sengon ( Paraserianthes falcataria ) Sengon
Paraserianthes falcataria (L)Nielsen.syn.
Albizia
falcataria(L) Fosberg dan Albizia falcataBaclur termasuk ke dalam famili
Mimosaceae (pete-petean). Sengon mempunyai nama daerah bermacam-macam, antara
lain Albizia, Jeungjing (Jawa Barat). Di luar Jawa sengon dikenal dengan nama
tedehu pute (Sulawesi), di Maluku dikenal dengan nama rawe, selawoku merah,
seka, sika, sika bot, sikahm, atau tawasela. Di Irian Jaya terkenaldengan nama
bae, bai, wahagon, wai atau wiie (Martawijaya et al.,1989).
Berdasarkan
habitusnya, Sengon (Paraserianthes falcataria) mempunyai tinggi pohon sampai 40
meter dengan panjang batang bebas cabang 10-30 meter. Diameter rata-rata batang
pohon sampai 80cm dengan kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak beralur,
tidak mengelupas dantidakberbanir (Martawijaya et al., 1989).
Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dengan daya tahan
terhadap rayap. Kayu kering termasuk kelas III. Selainitu, tingkat ketahanan
kayu Sengon terhadap jamur pelapuk kayu termasuk ke dalam kelas II-IV.
Selanjutnya Martawijaya et al.(1989) menyatakan bahwa kayu Sengon banyak
digunakan oleh penduduk Jawa Barat untuk bahan perumahan (papan, balok, tiang,
kaso dan sebagainya). Selain itu dapat juga dipakai untuk pembuatan peti,
venir, pulp, papan semen, wol kayu, papan serat, papanpartikel, korek api
(tangkai dan kotak), kelom dan kayu bakar. sengon dapat tumbuh pada tanah yang
tidak subur dan agak sarang, tanah kering , becek atau agak asin. Tanaman muda
tahan terhadap kekurangan zat asam sampai 31,5 hari. Jenis ini menghendaki
iklim basah sampai agak kering, pada dataran rendah hingga ke pegunungan sampai
ketinggian 1.500 m dpl (Martawijaya et al., 1989).
Bagian terpenting yang mempunyai
nilai ekonomis pada tanaman Sengon adalah kayunya. Pada dasarnya Sengon dapat
tumbuh pada sembarang tempat, baik di tanah tegalan atau pekarangan maupun
tanah-tanah hutan yang baru dibuka bahkan di tanah tandus pun masih bisa
tumbuh. Dari pengamatan lapangan, tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah
Regosol, Aluvial, Latosol. Tanah-tanah tersebut bertekstur lempung berpasir
atau lempung berdebu dan kemasaman tanah sekitar pH 6-7 (Santoso, 1993).
Evaluasi
Lahan
Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga kelas kesesuaian
lahan dan
potensi
lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian
(Djaenudin et al., 2000)
Pengertian
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan
sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal
dapat berbeda tergantung daripada tipe penggunaan lahan yang sedang
dipertimbangkan. Berbeda dengan evaluasi kesesuaian lahan, evaluasi kemampuan
pada umumnya ditujukan untuk penggunaan yang lebih luas seperti penggunaan
untuk pertanian,perkotaan, dan sebagainya. Penilaian kesesuian lahan pada
dasarnya dapat berupa pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu
(Sitorus, 1985). Evaluasi kesesuaian lahan mempunyai penekanan yang tajam,
yaitu mencari lokasi yang mempunyai sifat-sifat positif dalam hubungannya
dengan keberhasilan produksi atau penggunaannya, sementara evaluasi kemampuan
sering dinyatakan dalam hubungan dengan pembatas-pembatas negatif, yang dapat
menghalangi beberapa atau sebagian penggunaan lahan yang sedang
dipertanyakan/dipertimbangkan (Sitorus, 1985).
Klasifikasi kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976dalam
Djaenudin et al., 2000) dapat dipakai untuk klasifikasi kesesuaian lahan
kuantitatif maupun kualitatif, tergantung dari data yang tersedia. Klasifikasi
lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar atas
penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kuantitatif (dengan
angka-angka) dan biasanya dilakukan juga perhitungan-perhitungan ekonomi (biaya
dan pendapatan), dengan memperhatikan aspek pengolahan dan produktifitas lahan
(Hardjowigeno, 2003).
Kesesuaian
lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar atas
penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kualitatif (tidak dengan
angka-angka) dan tidak ada perhitungan-perhitungan ekonomi. Biasanya dengan
cara memadankan (membandingkan) kriteria masing-masing kelas kesesuaian lahan
dengan karakteristik (kualitas) lahan yang dimilikinya. Kelas kesesuaian lahan
ditentukan oleh faktor fisik (karakteristik/kualitas lahan) yang merupakan
faktor penghambat terberat (Hardjowigeno, 2003).
Kaidah klasifikasi kesesuaian lahan adalah aturan yang harus
diikuti dalam evaluasi lahan. Aturan tersebut disusun menjadi suatu sistem
dalam evaluasi lahan. Sistem yang ditetapkan merupakan kesepakatan tentang
kaidah yang akan dipakai dalam evaluasi lahan. Kaidah-kaidah tersebut dapat
dirubah, tetapi harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat dan disepakati
oleh para pakar evaluasi lahan yang berasal dari beberapa disiplin ilmu seperti
perencanaan pertanian, ahli tanah, ahli agronomi, dan lain-lain (Hardjowigeno,
1994 dalamSuprihartono, .2003).
Selanjutnya (Hardjowigeno, 1994dalam Suprihartono, 2003)
menyebutkan beberapa kaidah yang perlu ditetapkan dalam evaluasi lahan sebagai
berikut:
-Jumlah kelas kesesuaian lahan
-Pengharkatan masing-masing kelas kesesuaian lahan
-Jumlah dan parameter yang dinilai
-Pengharkatan terhadap parameter
yang dinilai. Kisaran produksi yang diharapkan darimasing-masing kelas
kesesuaian lahan pada tingkat pengelolaan tertentu, serta produksi optimalnya.
-Sistem dan prosedur dalam evalusi lahan.
-Asumsi-asumsi (data, tingkat pengelolaan, dan lain-lain
Dalam evaluasi lahan perlu ditetapkan asumsi-asumsi yang
menjelaskan tentang ruang lingkup, kondisi dan tingkat manajemen yang akan
ditetapkan serta arah dari evaluasi ( Hardjowigeno, 1994 dalamSuprihartono,
2003).
Beberapa
hal yang perlu diterapkan dalam evaluasi lahan semi detil antara lain:
-Prosedur evaluasi lahan: secara
fisik kuantitatif atau yang lainnya
-Data:
merupakan data tapak, atau rata
-rata
dari Satuan Peta Tanah (SPT)
-Kependudukan,
sosial budaya: tidak diperhitungkan
-Prasarana
dan aksesibilitas: tidak diperhitungkan
-Pemilikan
tanah: tidak diperhitungkan
-Tingkat
pengolahan tanah: dibedakan atas rendah, sedang, dan tinggi
-Diterangkan
kriteria masing-masing tingkat dan usaha perbaikan yang
dapat
dilakukan untuk mencapai kesesuaian lahan potensial
-Aspek
ekonomi: hanya dipertimbangkan secara garis besar, termasuk
dalam
aspek ekonomi adalah aspek pemasaran, nilai input-output, serta keuntungan
bersih.
Kegiatan utama dalam evaluasi lahan menurut FAO (1976,dalamn
Djaenudin et al., 2000) dapat dilihat pada Gambar.
Kelas
Kesesuaian Lahan
Kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi dua, sesuai
waktu dan
penggunaannya,
yaitu kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kelas kesesuaian
lahan aktual (saat sekarang), menunjukan kesesuaian lahan terhadap penggunaan
lahan yang ditentukan dalam keadaan sekarang, tanpa ada perbaikan yang berarti.
Sedangkan kesesuaian lahan potensial menunjukkan kesesuaian terhadap penggunaan
lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam keadaan yang akan datang setelah
diadakan perbaikan utama tertentu yang
diperlukan.
Dalam hal ini perlu dirinci faktor-faktor ekonomis yang disertakan dalam
menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan tersebut. Alur logika
penilaian kesesuaian lahan (FAO, 1976dalamDjaenudin et al., 2000) dapat dilihat
pada Gambar 2
Kualitas
Lahan dan Karakteristik Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang
mencakup
pengertian
lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan keadaan
vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan
berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976dalamDjaenudinet al., 2000).
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau attributeyang bersifat kompleks dari
sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang
berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada
yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada
umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976
dalamDjaenudin et al., 2000)
karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur
atau diestimasi. Contohnya lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air
tersedia, kedalaman efektif dan sebagainya. Setiap satuan peta lahan yang
dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumberdaya lahan,
karakteristik lahan dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik
lingkungan dan tanah. Data tersebut
digunakan
untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu
(Djaenudin
et
al., 2000).
BAHAN
DAN METODE PENELITIAN
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa tempat yang berada
di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari
2006 sampai dengan April
2006.
Variabel
yang Diamati dalam Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian penyusunan kelas
kesesuaian lahan untuk tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria)
ini
adalah sifat kimia dan fisik tanah daerah penelitian serta faktor lingkungan,
yaitu pH tanah,kandungan C-Organik tanah, kandungan P2O5 tersedia, Ca, Mg, K, Na tukar,
Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, Kejenuhan Basa (KB), tekstur tanah, data
curah hujan dan temperatur udara daerah penelitian serta kelas kelerengan.
Bahan
dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Peta topografi Kabupaten Bandung skala 1 : 25.000.
2.
Peta penggunaan lahan (land use skala 1 : 50.000.
3.
Data iklim selama 10 tahun (Data Curah Hujan dan Suhu Udara).
4.
Tabel kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Sengon (Paraserianthes
falcataria).
7.
Data kondisi fisik lingkungan.
8.
Literatur-literatur pendukung.
Alat
Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1.Komputer
untuk membantu penyusunan tabel Kelas Kesesuaian Lahan yang
dihasilkan
dari hasil penelitian.
2.Blanko
isian untuk mencatat ha
sil
pengamatan data primer.
3.Spidol,
alat tulis serta karton untuk membuat labeling.
4.Bor
tanah (auger/core) tipe belgi untuk mengebor tanah dan mengambil
sample
tanah
5.Pisau
belati untuk membantu dalam pengambilan contoh.
6.Kamera
dan video untuk dokumentasi.
Metode
Penelitian
Penelitian
dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi pengumpulan data yang berkaitan
dengan penelitian, seperti penelaahan peta topografi, peta penggunaan lahan,
data sekunder seperti data iklim, suhu udara dan hasil survei. Hasil penelaahan
ini digunakan sebagai referensi dalam penentuan lokasi yang dijadikan areal
pengamatan penelitian. Observasi lapangan secara langsung dilakukan untuk
verifikasi lapangan
2.
Tahap Penentuan Areal Pengamatan Penelitian
Penentuan lokasi pengamatan dilakukan atas dasar bentuk
wilayah/kelas kelerengannya. Tahapan yang dilakukan dalam penentuan titik
pengamatan tersebut adalah sebagai berikut:
a.Menentukan
lokasi yang dijadikan sebagai daerah penelitian. Daerah yang dideliniasi
merupakan areal yang ditanami dengan jenis tanaman Sengon (Paraserianthes
falcataria),informasi ini diambil dari peta penggunaan lahan Kabupaten Bandung.
b.Hasil dari deliniasi tersebut
kemudian dioverlaykan dengan peta topografi untuk mengetahui kelas-kelas
lerengnya.
c.Kelas lereng ditentukan dari garis
kontur pada peta topografi dan pengukuran di lapangan menggunakan ””
d.Dari hasil overlay tersebut dapat
diketahui jumlah kelompok kelas-lereng yang ada, dimana titik pengamatan pada
peta penggunaan lahan tersebut ditentukan.
3.
Tahap Pengambilan Contoh Tanah
Tahapan
pemilihan lokasi pengambilan contoh tanah dilakukan mengacu pada Petunjuk
Teknis Pengamatan Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah (2004)
KEADAAN
UMUM WILAYAH
Lokasi
Geografis
Daerah
Penelitian terletak di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa
Barat. Kecamatan Cipatat terbagi menjadi 12 Desa yaitu Desa Ciptaharja,
Cipatat, Rajamandala Kulon, Nyalindung, Kertamukti, Mandalawangi,
Gunungmasigit, Citatah, Cirawamekar, Mandalasari, Sumurbandung dan Sarimukti.
Secara geografis daerah penelitian terletak antara 06o46’25” –06o53’28” Lintang Selatan dan 107o19’00”
– 107o27’15”
Bujur Timur. Sedangkan secaraadministratif termasuk wilayah Kabupaten Bandung.
Luas daerah penelitian 125,4966 km2(BPS
Kabupaten Bandung, 2001). Batas-batas administratifnya adalah di sebelah utara
berbatasan dengan Kecamatan Cipeundeuy dan Cikalong Wetan, di sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Padalarang, disebelaselatan berbatasan dengan
Kecamatam Batujajar, dan di sebelah barat berbatasan
dengan
Kabupaten Cianjur.
Kecamatan Cipatat terletak pada wilayah lereng-lereng
pegunungan yang membujur dari timur ke barat yaitu Gunung Ketu (561 meter),
Gunung Masigit (754 meter), Gunung Halimun (972 meter) serta Gunung Sanghiangtikoro
(397 meter).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Kualitas
dan Karakteristik Lahan
Temperatur,
Ketersediaan Air serta OksigenPada Tabel 6 memperlihatkan karateristik lahan di
daerah penelitian bervariasi berdasarkan lokasi serta ketinggian tempat. Suhu
udara di daerah
penelitian
berkisar antara 200C - 23,60C, semakin tinggi ketinggian tempat maka suhu udara
menunjukan penurunan. Curah hujan pada daerah penelitian menunjukan variasi
yangberbeda-beda yaitu antara 1.747 hingga 2.758 mm/tahun. Drainase tanah pada
daerah penelitian sebagian besar memiliki drainase yang baik. Hanya dua Satuan
Kelas Lereng yang memiliki drainase
Media
Perakaran
Media perakaran pada beberapa Satuan Kelas Lereng banyak
dibatasi oleh karakteristik kedalaman tanah (Tabel 6). Kedalaman tanah
bervariasi dari tanah dengan kedalaman yang dalamhingga tanah yang dangkal.
Sedangkan tekstur tanah pada daerah penelitian secara keseluruhan relatif sama
yaitu bertekstur
Retensi Hara
Retensi hara pada beberapa Satuan
Kelas Lereng juga dibatasi oleh pH tanah yang rendah (Tabel 6).pH tanah
berkisar antara 4,5 hingga 7,63. pH tanah yang rendah ini terdapat pada delapan
Satuan Kelas Lereng. Pada daerah penelitian, KTK tanah dan Kejenuhan Basa
memiliki nilai yang sedanghingga sangat tinggi, sedangkan C-Organik memiliki
nilai sangat rendah sampai sedang. Bahaya Eros Kelerengan lahan pada daerah
penelitian bervariasi mulai dari kemiringan yang agak landai (0-8%) hingga
kemiringan yang sangat curam (>45%) (Tabel 6). Kemiringan lahan ini sangat
mempengaruhi adanya bahaya erosi pada daerah penelitian. Daerah-daerah yang
memiliki kemiringan lahan yang curam, pada umumnya memiliki bahaya erosi yang
cukup besar Penyiapan Lahan. Di daerah penelitian pada umumnya tidak terdapat
singkapan batuan (Tabel 6). Akan tetapi pada beberapa Satuan Kelas Lereng
terdapat adanya singkapan atuan yang muncul ke permukaan(Rock Out Crops) yang
bervariasi mulai dari 5% hingga yang lebih dari 25% seperti yang terdapat pada
Satuan Kelas Lereng 9.
Kesesuaian
Lahan Aktual
Dari
hasil analisis yang dilakukan untuk menilai kelas kesesuaian lahan aktual pada
tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) (Tabel 7) secara garis
besar
memperlihatkan, 6 Satuan Kelas Lerengkelas kesesuaian lahan aktualnya termasuk
SesuaiMarginal (S3). Lahan memiliki faktor pembatas yang berat dan mempengaruhi
produktivitasnya. Pada Satuan Kelas Lereng 1 kelas kesesuaian lahannya adalah
S3-oa1, nr3, untuk Satuan Kelas Lereng2 adalah S3-nr3, untuk Satuan Kelas
Lereng3 adalah S3-wa1, oa1, nr3, untuk Satuan Kelas Lerengadalah S3-wa1, nr3,
untuk Satuan Kelas Lereng5 adalah S3-wa1, eh1, eh2 dan Satuan Kelas Lereng7
adalahS3-nr3, eh1,eh2.
DAFTAR
PUSTAKA
[Anonim].
2000. Konservasi Lahan. Lembar Informasi Pertanian02/2000.
Atmosuseno,
B.S. 1999. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Sengon. Penebar Swadaya. Jakarta Awang,
S.A. et al. 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Debut Press. Jogyakarta.
Balai
Penelitian Tanah. 2001.petun juk Teknis Pengamatan Tanah. Pusat
Penelitan dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Bogor
____________________. 2005. Petunjuk Teknis Analisis kimia tanah, tanaman, Air,
dan Pupuk.. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Bogor
Biro Pusat
Statistik. 2001. Kabupaten Bandung Dalam Angka. Buckman, H.O., dan Brady, N. C.
1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Burhaman,
Kayano, P., dan Cece, H. 1990. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Braak.1928.
di dalam Djaenudin, D., Marwan, H., Subagyo, H., Mulyani, A., dan
Suharta,
N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Djaenudin,
D., Marwan, H., Subagyo, H., Mulyani, A., dan Suharta, N. 2000. Kriteria
Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat.
Bogor. AO.
1976. A Frame Work for Land Evaluation [Soil Buletin]. Food and Agriculture
Organization of the United Nations.
Rome.Italy.
Di dalam: Djaenudin, D., Marwan, H., Subagyo, H., Mulyani, A., dan Suharta, N.
2000.
Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat.
Bogor.
____. 1983. Guidlines Land Evaluation for Rainfed Agriculture. Di
dalam:Djaenudin, D., Marwan,
H.,
Subagyo, H., Mulyani, A., dan Suharta, N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk
Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran. 2004. Identifikasi Potensi Lahan Untuk
Pengembangan Pertanian (Agribisnis) Lahan Basah dan Lahan Kering. Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Hardjowigeno,
S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta
Santoso,
H.B. 1993. Budidaya Sengon. Kanisius. Yogyakarta.
Sitorus,
S.R.P. 1985. Analisis Keragaman Tanah Pada Satuan Peta Lahan, Hasil
Klasifikasi
Lahan Pendekatan Fisiografik Kongres Nasional IV Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.
Bogor
Silitonga. 1973. Hidrogeologi Lembar Bandung. Di dalam Fakultas Pertanian
Universitas
Padjadjaran. 2004. Identifikasi Potensi Lahan Untuk Pengembangan Pertanian (Agribisnis)
Lahan Basah dan Lahan Kering. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Suprihartono,
D. 2003.Evaluasi Kesesuaian Lahan Beberapa Pedon di Kabupaten
Probolinggo
Untuk Tanaman Mangga (Mangifera indica)[skripsi]. Fakultas Pertanian,Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Simon,
dan Hasanu. 1995. Hutan Jati dan Kemakmuran Di dalam: Awang, S.A et al
Gurat
Hutan Rakyat di Kapur Selatan Debut Press. Jogyakarta.
Young,
A.1988. Agroforestry for Soil Conservation. International Council for
Reseach in Agroforestry. Nairobi.
Lampiran
1.
Uraian
Satuan Kelas Lereng
No.
Satuan Kelas Lereng : 1
Klasifikasi
Tanah : ( USDA 1998 ) : Typic
Endoaquepts dan Vertic Endoaquepts
Drainase/Permeabilitas
: Terhambat
Fisiografi
/ Landform :Dataran
alluvial
Bentuk
Wilayah / Lereng : Datar
Makro
: 0 – 3 %
Tinggi
Tempat (elevasi ) : 0-400 m dpl
Bahan
Induk Tanah : aluvium
Penggunaan
Lahan : sawah irigasi teknis, kebun
campuran, dan kebun karet
No.
Satuan Kelas Lereng : 2
Klasifikasi
Tanah : ( USDA 1998 ) :
Typic
Paleudults dan Typic Rhodudults
Drainase/Permeabilitas
: Drainase baik
Fisiografi
/ Landform :Dataran
volkan tua
Bentuk
Wilayah / Lereng : Bergelombang
Makro
: 8 – 15 %
Tinggi
Tempat (elevasi ) : 0-400 m dpl
Bahan
Induk Tanah :
Batuan
andesit
Penggunaan
Lahan : perkebunan karet, tegal, kakao dan kebun campuran
No.
Satuan Kelas Lereng : 3
Klasifikasi
Tanah : ( USDA 1998 ) : Vertic
Endoaquepts dan Aeric Endoaquepts
Drainase/Permeabilitas
: Terhambat
Fisiografi
/ Landform :dataran
tektonik
Bentuk
Wilayah / Lereng : berombak
Makro
: 3– 8 %
Tinggi
Tempat (elevasi ) : 400-700 m dpl
Bahan
Induk Tanah : koluvium.
Penggunaan
Lahan : sawah irigasi teknis dan sederhana serta kebun campuran
No.
Satuan Kelas Lereng : 4
Klasifikasi
Tanah :
(
USDA 1998 ) : Typic
Argiudolls dan Typic Dystrudepts
Drainase/Permeabilitas
: Drainase baik
Fisiografi
/ Landform :Dataran
volkan tua
Bentuk
Wilayah / Lereng : Bergelombang
Makro
: 8 – 15 %
Tinggi
Tempat (elevasi ) : 400-700 m dpl
Bahan
Induk Tanah : tufacies
dan andesit
Penggunaan
Lahan : perkebunan karet dan kebun campuran,
sawah dan tegalan
No.
Satuan Kelas Lereng : 5
Klasifikasi
Tanah :
(
USDA 1998 ) : Typic
Paleudults, Typic Dystrudepts dan Typic Hapludults
Drainase/Permeabilitas
: Drainase baik
Fisiografi
/ Landform :perbukitan
volkan tua
Bentuk
Wilayah / Lereng : berbukit
Makro
: 15 – 25 %
Tinggi
Tempat (elevasi ) : 400-700 m dpl
Bahan
Induk Tanah : tufacies
dan andesit
Penggunaan
Lahan : perkebunan karet, kebun campuran,
kakao, tegalan dan teh.
No.
Satuan Kelas Lereng : 6
Klasifikasi
Tanah :
(
USDA 1998 ) : Typic
Hapludalfs dan Lithic Hapludolls
Drainase/Permeabilitas
: Drainase baik
Fisiografi
/ Landform :perbukitan
volkan tua
Bentuk
Wilayah / Lereng : berbukit
Makro
: > 45 %
Tinggi
Tempat (elevasi ) : 400-700 m dpl
Bahan
Induk Tanah :tufacies
breksi dan batu liat.
Penggunaan
Lahan : hutan jati, kebun campuran, pinus dan tegalan.
No.
Satuan Kelas Lereng : 7
Klasifikasi
Tanah :
(
USDA 1998 ) : Typic
Eutrudepts dan Lithic Hapludolls
Drainase/Permeabilitas
: Drainase baik
Fisiografi
/ Landform :perbukitan
tektonik
Bentuk
Wilayah / Lereng : berbukit
Makro
: 15-25 %
Tinggi
Tempat (elevasi ) : 700-1000 m dpl
Bahan
Induk Tanah :batu liat
dan batu gamping
Penggunaan
Lahan :tegalan dan kebun campuran
No.
Satuan Kelas Lereng : 8
Klasifikasi
Tanah :
(
USDA 1998 ) : Lithic
Hapludolls
Drainase/Permeabilitas
: Drainase baik
Fisiografi
/ Landform :perbukitan
tektonik kapur
Bentuk
Wilayah / Lereng : berbukit
Makro
: 15-25 %
Tinggi
Tempat (elevasi ) : 700-1000 m dpl
Bahan
Induk Tanah :batu
kapur/ marmer
Penggunaan
Lahan : kebun campuran dan tegalan
No.
Satuan Kelas Lereng : 9
Klasifikasi
Tanah :
(
USDA 1998 ) : Rock Out
Crops dan Lithic Hapludolls
Drainase/Permeabilitas
: Drainase baik
Fisiografi
/ Landform :perbukitan
tektonik kapur
Bentuk
Wilayah / Lereng : berbukit
Makro
: >45 %
Tinggi
Tempat (elevasi ) : 700-1000 m dpl
Bahan
Induk Tanah :batu
kapur/ marmer
Penggunaan
Lahan :kebun campuran, semak belukar dan
tegala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar